Yang Di-Pertuan Agong, Kepala Negara Malaysia.

Yang Di-Pertuan Agong, Kepala Negara Malaysia.

Setiap negara pasti memiliki cerita dan keunikan yang berbeda-beda, tidak terkecuali Malaysia. Negara yang memiliki bahasa resmi Bahasa Melayu ini menyimpan sejarah yang unik dan menarik untuk ditelusuri.

Malaysia memiliki bentuk pemerintahan Monarki Parlementer. Hal ini disebabkan dahulu Malaysia adalah jajahan Inggris, sampai pada 31 Agustus 1957 akhirnya Malaysia diberikan kemerdekaan oleh Inggris. Hal ini menjadikan Malaysia Negara Persemakmuran Inggris.

Kepala negara di Malaysia dipegang oleh seorang raja yang bergelar Sri Paduka Baginda Yang Dipertuan Agongkan, dipilih dari 9 Sultan Melayu dan menjabat selama 5 tahun. Sedangkan, Kepala Pemerintahan Malaysia dipegang oleh Perdana Menteri yang dipilih melalui pemilihan umum dengan masa jabatan 5 tahun.

Sejarah terbentuknya Yang Di-Pertuan Agong

Sebelum kemerdekaannya pada tahun 1957, pertanyaan siapa yang akan menjadi the Supreme Head of Federation menjadi sangat krusial bagi masyarakat Malaysia.

Hal ini mengingat Malaysia saat itu terdiri dari kerajaan-kerajaan negeri yang berdiri di bawah kepemimpinan sultan-sultan negeri yang otonom. Ada 9 Kesultanan di Malaysia yaitu Selangor, Perlis, Negeri Sembilan, Perak, Johor, Pahang, Kelantan, Kedah, dan Trengganu.

Melihat kerumitan tersebut, pendiri bangsa Malaysia kemudian merumuskan peralihan kepimimpinan yang beda dan unik, yakni pergiliran raja atau dalam sistem ketatanegaraan Malaysia disebut Yang Di-Pertuan Agong (YDPA) setiap lima tahun.

Hal ini membuat Malaysia sebagai satu-satunya negara yang memiliki sistem monarki bergilir.

Ketentuan pergiliran raja ini diadopsi dalam Pasal 32 ayat (3) Konstitusi Malaysia yang menyatakan bahwa pemilihan YDPA ini dilakukan oleh conference of rulers atau pemilihan oleh majelis raja dari 9 negara bagian.

 

Sistem Pemilihan Yang Di-Pertuan Agong

          Majelis Raja dari 9 negara bagian akan berkumpul untuk memilih raja selanjutnya, berdasarkan urutan yang sudah ditetapkan sejak pertama kali pada tahun 1957.

          Majelis Raja yang berisi sembilan sultan ini akan diberikan kertas suara yang yang berisi satu nama sultan dari negara bagian pada urutan berikutnya. Tanpa harus memberikan keterangan diri pribadi, Mereka akan menunjukkan apakah nama sultan pada kertas cocok atau tidak dalam mengemban predikat sebagai Yang Di-Pertuan Agong.

          Agar memastikan bahwa kesembilan Sultan tersebut memberikan suaranya tanpa harus menjelaskan jati dirinya, mereka akan diberikan kertas suara yang tidak bernomor beserta pena dan tinta yang sama

          Sultan akan ditunjuk sebagai Yang Di-Pertuan Agong jika Sultan tersebut mendapatkan mayoritas lima suara atau diatas 50 persen.

Apabila Sultan tersebut tidak mendapatkan suara mayoritas ataupun menolak dalam mejalani peran sebagai Yang Di-Pertuan Agong, maka proses pemilihan akan diulangi dengan memberikan kesembilan Sultan kertas suara yang berisikan nama Sultan dari negara bagian urutan berikutnya.

 

Kekuasaan yang Dimiliki Oleh Yang Di-Pertuan Agong

Posisi sebagai Yang Di-Pertuan Agong sebagian besar merupakan seromonial, mengingat hampir semua kekuasaan berada pada parlemen dan Perdana Menteri.

Seorang Raja tidak dapat berpartisipasi dalam pemerintahan Malaysia. Dia bertanggung jawab atas penunjukan jabatan-jabatan utama seperti peran perdana menteri.

Raja juga menjadi kepala Agama Islam di Malaysia. Bagi Muslim Melayu di Malaysia, Raja merupakan penegak tradisi Islam dan  tradisi Melayu. Maka dari itu masyarakat Malaysia sangat menghormati Raja.

          Dia juga memiliki wewenang yang cukup unik yaitu memberikan pengampunan seperti yang dilakukan Yang Di-Pertuan Agong Muhammad V terhadap mantan pimpinan partai oposisi Anwar Ibrahim.

          Walaupun Raja tidak menangani segala urusan negara, segala kritik yang dianggap menghina dan merendahkan Raja akan dapat berujung pada hukuman penjara.

 

Siapa yang menjabat Yang Di-Pertuan Agong sekarang?

Setelah Sultan Muhammad V mengundurkan diri dari jabatan Yang Di-Pertuan Agong (YDPA) pada 3 Januari 2019, Majelis Raja memilih Sultan Abdullah Ri’ayatuddin Al-Mustafa Billah Shah dari negara bagian Pahang menjadi Yang Di-Pertuan Agong yang baru atau ke-16.

Hal yang membuat menarik dari terpilihnya Sultan Pahang adalah beliau baru menjabat sebagai Sultan Pahang pada tanggal 15 Januari 2019, dua minggu sebelum beliau dilantik sebagai Yang Di-Pertuan Agong pada tanggal 31 Januari 2019

Related Blog Post

MAU KULIAH DENGAN BEASISWA DI UNIVERSITAS TERBAIK BELANDA?

Belanda adalah salah satu negara yang populer di k

Keuntungan Bekerja di Taiwan

          Pekerja Migran

Sejarah Menara Kembar Petronas

Siapa yang tidak tahu Menara Kembar Petronas? Ban